Senin, 14 Desember 2009

STUDI BANDING PROGRAM STUDI PKN-HUKUM UNY DI PROGRAM STUDI PPKN FIS UNJ








Hari Senin, 14 Desember 2009 Pukul 13.30 WIB bertempat di Ruang Serbaguna Fakultas Ilmu Sosial Uniiversitas Negeri Jakarta, Program Studi PPKN Jurusan Ilmu Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta menerima kunjungan/studi banding dari Program Studi PKN-Hukum Universitas Negeri Yogyakarta.Kegiatan tersebut dihadiri Dekan Fakultas Ilmu Sosial UNJ Bapak Drs. Komarudin, M.Si., Ketua Jurusan Ilmu Sosial Politik FIS UNJ Ibu Dra. Hj. Etin Solihatin, M.Pd., Sekretaris Jurusan Raharjo, S.Pd., M.Si., Bapak Ibu Dosen antara lain Bapak Yuyus Kardiman, M.Pd., Ibu Yasnita, S.Pd., M.Si., Ibu Dra. Hj. Zurnelly, dan Ibu Dra. Dias Pudyastuti. Dari UNY dihadiri oleh lima orang dosen pembimbing, salah satunya adalah Bapak Drs. Cholisin, M.Si., dan sebanyak 82 mahasiswa Program Studi PKN-Hukum. Dalam kegiatan tersebut berlangsung diskusi yang hangat tentang Pendidikan Kewarganegaraan, dan tentang Program Studi PKn di masing-masing program studi.

Senin, 23 November 2009

STUDIUM GENERALE 2009 PROGRAM STUDI PPKN

Dalam rangka menyambut mahasiswa baru tahun akademik 2009/2010 program studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) Jurusan Ilmu Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta, pada hari Rabu, 9 September 2009 mengadakan kegiatan rutin berupa STUDIUM GENERALE dengan tema "PANCASILA: NASIONALISME DAN SPIRITUALITAS BANGSA INDONESIA" bertempat di Ruang Sidang Perpustakaan Universitas Negeri Jakarta dengan menghadirkan seorang GURU BESAR FILSAFAT UNIVERSITAS GAJAH MADA (UGM) Bapak PROF. Dr. DAMARDJATI SUPADJAR. Studium Generale ini diikuti oleh mahasiswa baru, dosen, dan mahasiswa tingkat kedua. Foto kegiatan dapat dilihat di bawah ini.

KULIAH UMUM UNIVERSITAS DWI JENDRA BALI

Senin, 23 Nopember 2009 bertempat di Fakultas Ilmu Sosial Univeritas Negeri Jakarta, Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) Jurusan Ilmu Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta menerima kunjungan mahasiswa dan dosen dari Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN)Universitas Dwi Jendra Bali, sebanyak 160 orang peserta dalam kegiatan KULIAH UMUM dengan tema "Penanaman Nilai Nasionalisme Dalam Kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara". Hadir sebagai pembicara Dekan Fakultas Ilmu sosial Universitas Negeri Jakarta Bapak Drs. Komarudin, M.Si.Foto-foto kegiatan dapat dilihat di bawah ini. Semoga nasionalisme kita akan tetap tumbuh demi kemajuan bangsa tercinta Indonesia.

Selasa, 17 November 2009

SELAMAT KEPADA WISUDAWAN-WISUDAWATI

Keluarga Besar Jurusan Ilmu Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta mengucapkan SELAMAT dan SUKSES kepada wisudawan-wisudawati Program Studi S1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) dan Program Studi D3 Komunikasi Peminatan Kehumasan (Public Relations).


Lihat Kartu Ucapan Lainnya
(KapanLagi.com)

Rabu, 04 November 2009

EVALUASI PERKULIAHAN

Kepada Mahasiswa Program Studi S1 PPKN Jurusan Ilmu Sosial Politik FIS UNJ, dalam rangka meningkatkan kualitas pembelajaran, maka dimohon Anda untuk mengisi evaluasi perkuliahan, sesuai dengan mata kuliah yang Anda ikuti dan dosen yang mengajar Anda. Atas perhatian dan kerjasamanya diucapkan terima kasih. Klik gambar di bawah ini.

Create your own banner at mybannermaker.com!

Create your own banner at mybannermaker.com!

Minggu, 01 November 2009

INNALILLAHI WAINNALILLAHI ROJI'UN


Keluarga Besar Jurusan Ilmu Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta, mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya:

IBU DRA. Rr. NINING PURWANINGSIH
(Dosen Jurusan Ilmu Sosial Politik FIS UNJ)

pada hari Senin, 2 November 2009. Pukul 02.00 WIB,
beralamat di Jl. Tebet Utara I C No. 34 Jakarta Selatan.

Semoga Almarhumah diterima disisi Allah SWT, diampuni dosa-dosanya dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan dan kekuatan lahir batin. Amin.


Jumat, 16 Oktober 2009

SAMPAIKAN SARAN, KRITIK, KELUHAN ANDA

Untuk perubahan yang lebih baik dari Jurusan Ilmu Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta, Anda dapat menuliskan saran, kritik dan keluhan pada kolom di bawah ini. Terima kasih atas saran, kritik, dan keluhan Anda.

Nama
Alamat Email
Saran, Kritik, Keluhan
Image Verification
captcha
Please enter the text from the image:
[ Refresh Image ] [ What's This? ]

Rabu, 14 Oktober 2009

JURNAL JURUSAN ILMU SOSIAL POLITIK

Jurusan Ilmu Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta, memiliki dua buah jurnal yaitu jurnal Pendidikan Kewarganegaraan dan Jurnal Mimbar Demokrasi, yang masing-masing terbit sebanyak dua kali dalam setahun. Mudah-mudahan dalam waktu dekat Anda yang ingin mendapatkan artikel-artikel dari Jurnal tersebut dapat mendownloadnya di bawah ini. Untuk mendapatkan edisi cetaknya Anda dapat menghubungi Jurusan Ilmu Sosial Politik UNJ Gd. K. Lantai II FIS UNJ. Terima Kasih.

1. JURNAL MIMBAR DEMOKRASI

2. JURNAL KEWARGANEGARAAN

Selasa, 13 Oktober 2009

Model Pembelajaran Efektif

DAFTAR ALUMNI PPKN/CIVIC HUKUM/PMP HUKUM IKIP JAKARTA/UNJ

DAFTAR MAHASISWA, DAN DOSEN PENASEHAT AKADEMIK PROGRAM STUDI PPKN

Bagi Mahasiswa Reguler maupun Non Reguler Program Studi PPKN Jurusan Ilmu Sosial Politik FIS UNJ berikut ini adalah daftar dosen penasehat akademik (PA). Mahasiswa dapat melakukan konsultasi kepada dosen penasehat akademik khususnya menyangkut masalah akademik selama kuliah di Universitas Negeri Jakarta, seperti pengisian KRS, pengambilan mata kuliah, penyelesaian studi dan sebagainya, untuk mengetahui dosen penasehat akademik dapat mendownload file di bawah ini, sesuai dengan kelas/jalur masing-masing. Terima Kasih.
1. DAFTAR MAHASISWA REGULER & PENASEHAT AKADEMIK
1) Mahasiswa Angkatan 2004
2) Mahasiswa Angkatan 2005
3) Mahasiswa Angkatan 2006
4) Mahasiswa Angkatan 2007
5) Mahasiswa Angkatan 2008
6) Mahasiswa Angkatan 2009
2. DAFTAR MAHASISWA NON REGULER & PENASEHAT AKADEMIK
1) Mahasiswa Angkatan 2004
2) Mahasiswa Angkatan 2005
3) Mahasiswa Angkatan 2006
4) Mahasiswa Angkatan 2007
5) Mahasiswa Angkatan 2008
6) Mahasiswa Angkatan 2009

Jumat, 02 Oktober 2009

DAFTAR MAHASISWA, JUDUL PROPOSAL, DAN DOSEN PEMBIMBING SKIPSI

Bagi Mahasiswa Reguler maupun Non Reguler Program Studi PPKN Jurusan Ilmu Sosial Politik FIS UNJ yang sedang mengambil mata kuliah Seminar Persiapan Skripsi/ SPS, untuk mengetahui dosen pembimbing skripsinya dapat mendownload file di bawah ini, sesuai dengan kelas/jalur masing-masing. Mahasiswa dimohon mengambil surat tugas untuk selanjutnya diserahkan kepada dosen pembimbingnya masing-masing,dan melakukan bimbingan dengan dosen pembimbingnya. Terima Kasih.
1. Daftar Mahasiswa Reguler, Judul, dan Dosen Pembimbing Smt. I Th. Akademik 2009/2010
2. Daftar Mahasiswa Non Reg., Judul, dan Dosen Pembimbing Smt. I th. Akademik 2009/2010

Senin, 20 April 2009

SEMINAR DAN WORKSHOP NASIONAL
Pendidikan Warganegara Global(Global Citizenship Education)


A. Pendahuluan

Memasuki millennium ketiga, perubahan-perubahan skala global berlangsung sangat cepat. Hal itu menimbulkan implikasi yang sangat luas dan kompleks. Implikasi tersebut berupa saling ketergantungan antarnegara hampir disemua dimensi kehidupan. Selain itu, juga terjadi hubungan transnasional. Perubahan tersebut beserta implikasinya memunculkan fenomena yang disebut sebagai globalisasi. Limas Sutanto mengartikan globalisasi sebagai penyatuan dunia oleh kemudahan teknologi, informasi, dan komunikasi massa dengan segala dampaknya di bidang ekonomi, politik. Social dan budaya. Sedangkan Alberto Daniel Hanani merumuskan globalisasi sebagai serangan perusahaan asing terhadap perusahaan lokal di pasar domestic; tantangan bagi perusahaan untuk memasuki pasar internasional; tantangan untuk memasuki pangsa pasar dunia. Karena globalisasi tidak dapat kita hindari, sehingga sebagai citizen (warga negara) saat ini tidak lagi berstatus sebagai warga dari suatu negara tetapi sadar tidak sadar sudah menjadi warga negara global (global citizenship). Oleh karena itu, setiap warga Negara di seluruh dunia ini membutuhkan pemahaman global melalui pendidikan yang berorientasi nilai-nilai global. Pendidikan bagi warga Negara yang mempersiapkan warga negara untuk memiliki tidak saja nilai-nilai lokal (nilai masyarakat pada suatu Negara) sekaligus nilai-nilai global adalah Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) atau Citizenship Education. Civic Education menurut Cogan (1999:4) diperlakukan sebagai “…..the foundational course work in school” yang dirancang untuk mempersiapkan “….young citizens for an active role in their communities in their adult lives”. Hal itu mengandung makna bahwa “civic education” merupakan mata pelajaran dasar yang dirancang untuk mempersiapkan para pemuda warga negara untuk dapat melakukan peran aktif dalam masyarakat, kelak setelah mereka dewasa. Sedangkan “citizenship education” atau “education for citizenship” dipandang sebagai “….the more inclusive term and encompasses both these in-school or non-formal/informal learning which takes place in the family the religious organization, community organizations, the media etc, which holp to shape the totally of the citizen”. Artinya, “citizenship education” atau “education for citizenship” merupakan istilah generik yang mencakup pengalaman belajar di sekolah dan di luar sekolah, seperti yang terjadi di lingkungan keluarga, dan organisasi keagamaan, dalam organisasi kemasyarakatan, dan dalam media. Dengan kata lain “citizenship education” atau “education of citizenship” merupakan suatu konsep yang lebih luas di mana “civic education termasik bagian penting di dalamnya. Dalam konteks pendidikan demokrasi Udin S. Winataputra (2007:2) melihat secara histories-epistimologis bahwa civic education tidak bisa lepas dari kecenderungan globalisasi dan gerakan demokratisasi yang semakin mendunia. Hal ini dapat disimak dari analisis Branson (1999:41) yang menyatakan bahwa “Globalization and its potential for advancing or inhibiting human rights and democracy is more than a subject for debate among academis. This powerful force is affecting the lives of individuals no matter where in this earth they live”. Pernyataan mengandung bahwa globalisasi dengan segala potensi kemungkinan yang berkembangnya atau tertundanya proses demokrasi dan pemajuan hak asasi manusia, lebih sekedar dari wacana akademik. Oleh karena itu, sebagaimana direkomendasikan dari studi “the Impact of Civic Education Programs on Political Participation and Democratic Attitudes” (Sabatini, Bevis, dan Finkel: 1998) bahwa “Civic education programs should focus in themes that are immediately relevant to people daily lives.” Dalam konteks globalisasi seperti itu, tak pelak lagi perlu dikembangkannya program pendidikan yang mampu mengakomofaikan semua kecenderungan dari proses globalisasi itu. Program pendidikan tersebut perlu diwujudkan dalam bentuk “…a curriculum geared to the development of “word citizens” who are capable af dealing with the crise” (Parker, Ninomiya, dan Cogan dalam Udin Winataputra:2007), yakni kurikulum yang diarahkan pada pengembangan warga dunia yang mampu mengelola krisis. Dari latar belakang di atas, maka peran Pendidikan kewarganegaraan menjadi amat penting umumnya bagi setiap Negara di dunia, dan khususnya bagi bangsa Indonesia, untuk itu diperlukan upaya sosialisasi akan pendidikan warga Negara global (global citizenship education) melalui pendidikan kewarganegaraan, disertai memberikan pelatihan keterampilan untuk menjadi warga Negara global tersebut. Upaya tersebut akan kami realisasikan dalam bentuk kegiatan Seminar Nasional dan workshop Pendidikan Warga Negara Global.

B. Nama Kegiatan
Nama dari kegiatan ini adalah “Seminar Nasional dan Workshop Pendidikan Warga Negara Global”

C. Tujuan
Tujuan Umum :
Tujuan umum dari kegiatan ini adalah untuk membangun nilai-nilai warga negara Indonesia menjadi warga negara global.

Tujuan Khusus :
Tujuan secara khusus dari kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1. Memberikan pemahaman kepada mahasiswa/calon guru, guru dan dosen Pendidikan Kewarganegaraan akan nilai-nilai warga Negara global.
2. Memberikan pemahaman kepada mahasiswa/calon guru, guru, dan dosen akan Eksistensi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Warga Negara global (global citizenship education).
3. Memberikan pelatihan keterampilan secara berkala akan model Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan warga Negara global.

D. Sasaran (Object)
Sasaran dari kegiatan ini adalah para mahasiswa/calon guru, guru dan dosen Pendidikan kewarganegaraan se-Indonesia. Yang dilakukan secara berkala.

E. Target
Adapun target peserta dari kegiatan ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa perwakilan se-Indonesia sebanyak 100 orang.
2. Guru perwakilan se-Indonesia sebanyak 150 orang
3. Dosen perwakilan se-Indonesia sebanyak 50 orang.
Sehingga total target peserta adalah sebanyak 300 orang.

G. Tindak Lanjut
Diharapkan bahwa kegiatan ini akan dilakukan secara berkala setiap 3 (tiga) bulan sekali selama tidak ditentukan, dengan harapan dapat diikuti oleh semua mahasiswa/calon guru, guru dan dosen Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia.

H. Pelaksanaan (Action Plan)
Waktu : Sabtu, 6 Juni 2009
Tempat : Ruang Serbaguna Gedung Perpustakaan Universitas Negeri Jakarta
Pembicara
1. Prof. Dr. Udin S. Winataputra, M.A. (Guru Besar dan Direktur Pascasarjana UT)
2. Prof. Dr. Conny R. Semiawan (Guru Besar Universitas Negeri Jakarta)
3. Duta Besar Amerika Serikat

J. Pendaftaran
Bapak/Ibu/Sdr/i yang berminat mengikuti seminar dan workshop tersebut, dapat datang langsung ke Panitia Pendaftaran di Jurusan Ilmu Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta, Gd. K. Lt. II Fakultas Ilmu Sosial UNJ. Jln. Rawamangun Muka, Rawamangun Jakarta Timur. Telp./Fak. 021 47882930. Atau Bapak/Ibu/Sdr/i dapat mengisi FORM PENDAFTARAN DI BAWAH INI.

Selasa, 17 Maret 2009

DAFTAR WISUDAWAN, JUDUL SKRIPSI, DOSEN PEMBIMBING SKRIPSI

Untuk dapat melihat atau mendowload informasi Daftar Wisudawan, judul skripsi dan dosen pembimbing, silahkan Anda klik di bawah ini.
1. Semester Ganjil Tahun Akademik 2008/2009
2. Semester Genap Tahun Akademik 2008/2009
3. Semester Ganjil Tahun Akademik 2009/2010

Kamis, 05 Maret 2009

PENGUMUMAN PENERIMAAAN MAHASISWA BARU JALUR PENMABA TAHUN 2009

Jurusan Ilmu Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta, menerima mahasiswa baru Program Studi S1 PPKN (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan) dan Program Studi D3 Komunikasi Peminatan Kehumasan melalui jalur penerimaan mahasiswa baru (PENMABA) tahun 2009. Adapun jadawal kegiatan penmaba tahun 2009 adalah sbb:

NO. KEGIATAN PELAKSANAAN
1. Pendaftaran 21 April – 3 Juli 2009
2. Akreditasi (Kontrak Mata Kuliah) Alih Program 10 Juli 2009
3. Ujian Tulis 08 Juli 2009
4. Pelaksanaan Tes Khusus 9-10 Juli 2009
5. Pengumuman 16 Juli 2009
6. Daftar Ulang 21-24 Juli 2009
7. Pembayaran 22-31 Juli 2009
8. Awal Kuliah 31 Agustus 2009


SYARAT PENDAFTARAN
1. Lulusan SMA/SMK/MA atau sederajat dengan melampirkan fotocopy surat ijazah atau STTB atau Surat Tanda Kelulusan (STK) atau Daftar Nilai NEM/ Nilai Ujian Akhir Nasional yang telah dilegalisir oleh kepala sekolah.
2. Pas foto berwarna ukuran 3 x4 sebanyak 4 lembar
3. Mengisi Formulir pendaftaran
4. membayar Biaya Pendaftaran dan Ujian sebesar Rp250.000,00

Daftarkan diri Anda untuk menjadi mahasiswa Jurusan Ilmu Sosial Politik Program STudi S1 PPKN atau D3 Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta, tempat pendaftaran di Ruang Akademik Fakultas Ilmu Sosial UNJ Gd. K. Lt.2 Jln. Rawamangun, Jakarta Timur.

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN PROGRAM STUDI PPKN

Visi Program Studi PPKN
Menjadi program studi yang unggul dalam pengembangan kewarganegaraan, demokrasi, hak asasi manusia, dan wawasan kebangsaan yang berlandasakan religiusitas, serta menghasilkan lulusan (tenaga kependidikan ) yang berkualitas, profesional, dan berdaya saing tinggi.

Misi Program Studi PPKN adalah:
1)mengembangkan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu sosial, politik, hukum, dan pendidikan kewarganegaraan yang mendukung pengembangan demokrasi, komitmen kebangsaan, dan religiusitas melalui kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. 2)menghasilkan tenaga kependidikan kewarganegaraan yang berkualitas, profesional, dan memiliki integritas serta daya saing tinggi.
3)mengembangkan budaya akademik pada sivitas akademika, sehingga kondusif bagi penyelenggaraan proses pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
4)menjalin dan mengembangkan kerjasama dengan lembaga internal dan eksternal UNJ dalam rangka peningkatan kualitas tenaga akademik, kemahasiswaan, dan kualitas akademik melalui kerjasama dalam bidang pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan kerjasama bidang lainnya yang saling menguntungkan

Tujuan Program studi PPKN untuk:
1)Menghasilkan tenaga kependidikan (guru) strata satu (S1) dalam bidang pendidikan kewarganegaraan untuk pendidikan dasar dan pendidikan menengah, baik umum maupun kejuruan.
2)Menghasilkan tenaga ahli dalam bidang pendidikan kewarganegaraan dan tata negara, demokrasi, serta hak asasi manusia.
3)Menghasilkan tenaga peneliti dan pengembang dalam bidang pendidikan kewarganegaraan dan tata negara, demokrasi, dan hak asasi manusia.

Sasaran Program Studi PPKN
Program Studi PPKN diarahkan pada usaha untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi sebagai berikut: a) Kompetensi personal. b) Kompetensi Akademik (Keilmuan). c) Kompetensi Profesional, dan d) Kompetensi Sosial.

Selasa, 03 Maret 2009

MEMBANGUN KEMBALI KARAKTER BANGSA MELALUI SITUS-SITUS KEWARGANEGARAAN

Penulis : Yuyus Kardiman, M.Pd

It is not new problem for Indonesian people to make efforts to build nation character. Budi Utomo event in 1908 became historical milestone consodered as the basic of nation character. Sumpah Pemuda event in 1928 consodered as the nation movement series that comfirmed national character based on unity and integrity. In 1945 the national figure as founding fathers, character national building became civic education responsible in school, but nowdays nation character which stand on the value of Pancasila started to fade away. There for it needs efforts from every side of people to rebuild nation character.
Efforts to build nation character is not simple matter, it needs comprehensive approaches. Which can be done with explicit, systemic and continous way. Those approaches can be started from early childhead in family environment, society and school. The porpuse of this research is to revease how are the efforts from those sites of citizenship. For example Daarut Tauhid Training Center by Manajemen Qalbu Training, Emotional Spiritual Quotion Leadership Center through Emotional Spiritual Quotient Training and Majelis Taklim through reading Qur’an as civic education in society for rebuilding nation character.
This research used qualitative approach and phenomenologyical studies. Data was collected by qualitative data collecting, such as document study, interview and observation.
As the result of research, it was found that rebuilding nation character through sites of citizenship can be done by society. Those site of citizenship have more inovative aims and formats, so they have freedom to establish curriculum, learning material, trainer, method, tool or infrastructur and evaluation system side in their development. This research improved that those site of citizenship are more effective to rebuild nation character. There for to all practitioners from sites of citizenship, researcher hopes that they can be consistent and continue to increase quality and quantity of their activities and become role model for community civic education in other sites of citizenship. So they can give comprehensive and fast effect to nation character changes.


Pendahuluan
Pembentukan karakter bangsa (Nation Character Building) merupakan suatu hal yang penting dalam rangka mempertahan eksistensi bangsa dan Negara itu sendiri. Ironinya, menurut Iswandi (2007:1) kualitas karakter anak bangsa ini dari masa ke masa belum mengembirakan, bahkan jika dilihat dari tanda-tanda zaman sangat mengkhawatirkan. Hal tersebut diperkuat oleh Azra (2006: 149-150) yang menyatakan bahwa sejak awal reformasi bergulir bangsa Indonesia mengalami krisis moneter, ekonomi, dan politik yang mengakibatkan terjadinya krisis social-kultural di dalam kehidupan bangsa dan Negara. Hal ini memperlihatkan bagaimana masalah karakter bangsa ini menjadi permasalahan serius dan selalu aktual.
Upaya pengembangan karakter melalui pendidikan karakter sebenarnya telah banyak dilakukan, terutama di dunia persekolahan dengan ujung tombaknya melalui mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (civic education). Namun demikian, menurut Sapriya (2007:2) upaya pendidikan kewarganegaraan yang sejak lama itu belumlah optimal dan belum berhasil mencapai harapan. Bahkan hingga saat ini program pendidikan ini malah dipertanyakan keberadaan dan kenyataannya.
Menurut Megawangi (2004) bahwa usaha membentuk karakter yang baik bukan pekerjaan mudah, memerlukan pendekatan komprehensif yang dilakukan secara eksplisit, sistematis, dan berkesinambungan yang dimulai dari sejak kecil di lingkungan keluarga dan masyarakat. Untuk itulah selain upaya yang terus-menerus pengembangan karakter dilingkungan persekolahan dengan pengembangan konsep dan metodologi juga tidak kalah pentingnya pengembangan karakter bangsa di lingkungan masyarakat (community civic) sudah tidak bisa di tawar-tawar lagi dalam rangka menciptakan warga negara yang cerdas dan baik (smart and good citizenship).
Bagi Bangsa Indonesia pendidikan karakter pada masyarakat dewasa ini, memang seolah tidak menjadi prioritas negara, hal ini diasumsikan bahwa pendidikan karakter bangsa masih ditekankan pada lingkungan persekolah melalui ujung tombaknya Pendidikan Kewarganegaraan, dimana sampai saat inipun masih mencari bentuknya. Padalah seperti telah dibahas di atas bahwa pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mesti terencana, terarah, berkesinambungan dari sejak dini oleh berbagai pihak baik pihak, sekolah maupun pihak masyarakat termasuk keluarga. Oleh karenanya banyak kenyataan di lapangan adanya kesenjangan antara tata nilai yang diajarkan melalui pendidikan di persekolahan dengan dunia nyata di lingkungan masyarakat. Pihak sekolah memberikan tata nilai terhadap siswa, tetapi ketika dilingkungan masyarakat tata nilai itu tidak diterapkan bahkan tidak ada. Sehingga sangat wajar apabila siswa lebih memilih tata nilai yang berasal dari lingkungan terdekatnya yaitu keluarga dan masyarakat. Hal inilah yang mengakibatkan karakter masyarakat bangsa kita menjadi semakin melemah, dan mengarah kepada karakter yang tidak lebih baik.
Karakter yang baik menurut Maxwell (2001) lebih dari sekedar perkataan, melainkan sebuah pilihan yang membawa kesuksesan. Ia bukan anugerah, melainkan dibangun sedikit demi sedikit, dengan pikiran, perkataan, perbuatan, kebiasaan, keberanian usaha keras, dan bahkan dibentuk dari kesulitan hidup.
Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari pendidikan moral, karena bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal yang baik sehingga siswa didik menjadi faham (domein kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (domain afektif) nilai yang baik dan mau melakukannya (domein psikomotor). Seperti kata Aristoteles, karakter itu erat kaitannya dengan “habit” atau kebiasaan yang terus menerus dipraktekkan dan dilakukan.
Berkowitz (1998) menyatakan bahwa kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar (cognition) menghargai pentingnya nilai karakter (valuing). Karena mungkin saja perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah, bukan karena tingginya penghargaan akan nilai itu. Misalnya saja ketika seseorang berbuat jujur hal itu dilakukannya karena ia takut dinilai oleh orang lain, bukan karena keinginannya yang tulus untuk menghargai nilai kejujuran itu sendiri. Oleh sebab itu dalam pendidikan karakter diperlukan juga aspek perasaan (domein affection atau emosi). Memakai istilah Lickona (1992) komponen ini dalam pendidikan karakter disebut “desiring the good” atau keinginan untuk berbuat kebaikan. Menurut Lickona pendidikan karakter yang baik dengan demikian harus melibatkan bukan saja aspek “knowing the good” (moral knowing), tetapi juga “desiring the good” atau “loving the good” (moral feeling) dan “acting the good” (moral action). Tanpa itu semua manusia akan sama seperti robot yang terindoktrinasi oleh sesuatu paham.
Persoalan karakter bangsa Indonesia dewasa ini memang sudah pada tahap memprihatinkan. Muchtar Lubis (1981) menyatakan bahwa manusia Indonesia sebagai manusia munafik, tak bertanggung jawab, feodal, percaya takhayul, artistik, berwatak lemah, dan boros. Hal tersebut di perkuat oleh Dedy Mulyana (2007:28) bahwa dewasa ini karakter tersebut tidak banyak berubah, kalau tidak lebih buruk. Karakter tersebut dapat terlihat dari gejala sosial yang muncul seperti tawuran pada remaja di kota-kota besar di Indonesia yang sering terjadi, seks di luar pernikahan juga telah menjadi trend di kalangan remaja didorong oleh makin maraknya penyebaran kaset VCD, situs porno, dan penggunaan narkoba serta minuman alkohol yang meluas sampai ke pedesaan, etos kerja yang buruk, rendahnya disiplin diri dan kurangnya semangat untuk bekerja keras, keinginan untuk memperoleh hidup yang mudah tanpa kerja keras, nilai materialisme (materialism, hedonism) menjadi gejala yang umum dalam masyarakat. Hal ini tercermin pada tingginya praktik-praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang terjadi di Indonesia, khususnya pada lembaga pemerintahan sehingga mendapatkan gelar negara terkorup di dunia sesuai laporan PERC pada tahun 2002.
Namun dari berbagai persoalan bangsa di atas penulis berkesimpulan bahwa pada intinya telah terjadi peningkatan kejahatan dan demoralisasi pada bangsa ini. Hal inilah yang menyebabkan karakter bangsa yang kita agung-agungkan yakni karakter yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila seolah-olah sirna.

Akar Permasalahan
Menurut Hastuti (2002: 5) bahwa akar permasalahan terjadinya demoralisasi adalah lemahnya institusi keluarga dan lemahnya standarisasi moral.
a. lemahnya institusi keluarga
Hastuti (2002:6) menjelaskan bahwa tinjauan teori keluarga memiliki cara pandang yang berbeda dalam melihat penyebab kriminalitas dan demoralisasi dalam masyarakat. Dalam pandangan mereka keluarga tidak lagi menjadi wadah yang dapat menumbuhkembangkan karakter manusia karena permasalahan yang dialami oleh pasangan suami dan istri itu sendiri, disamping adanya tekanan dari lingkungan luar keluarga termasuk dari media massa dan bekerjanya kaum perempuan di sektor publik. Menurut Bronfen brenner dalam teorinya tentang family ecology and the child development dinyatakan bahwa anak merupakan suatu bagian dari sistem keluarga yang pertumbuhan dan perkembangannya mendapatkan pengaruh terutama dari keluarga kemudian dari lingkungan luar keluarga, mulai dari lingkungan mikro, lingkungan messo, lingkungan exo dan lingkungan makro. Sehingga penyimpangan yang terjadi pada individu merupakan suatu hasil pengaruh sistem keluarga dan lingkungan luarnya ini.
Menurut Brooks dan Goble, keluarga Amerika berubah setelah perang dunia ke dua (PDII) berakhir. Pada era sebelum PD II wanita umumnya merupakan ibu rumahtangga sementara suami bekerja di sektor pertanian, sehingga ketika pecah perang dan keluarga harus bertahan hidup maka perempuan mulai bekerja di luar rumah untuk menggantikan peran suami yang pergi ke medan perang. Kedatangan para suami dari perang kemudian melahirkan banyak bayi (dikenal sebagai baby boom), sementara kaum ibu tidak berniat kembali ke rumah dan meneruskan kerja di luar rumah bahkan ke sektor industri yang jenis pekerjaannya lebih formal. Fenomena inilah yang mulai merubah keluarga Amerika Serikat yang ditandai dengan tingginya tingkat perceraian setelah era ini.
Para ahli keluarga, seperti Barbara Dafoe Whitehead, menyatakan bahwa ketidaksahan (“illegitimacy”) bukan satu-satunya ancaman bagi anak. Dia melihat bahwa budaya Amerika bukan saja budaya dengan ibu yang tidak menikah, tetapi juga bercerai. Fenomena ini menurutnya, adalah hasil dari ideologi kebebasan ekspresif individual yang mengunggulkan aktualisasi diri sendiri dibandingkan kebutuhan anak-anaknya. Patrick Fagan percaya bahwa banyaknya keluarga yang “broken” akan menyebabkan masyarakat menjadi buruk dan sakit, karena dimulai dari cara yang salah atau keliru:
“Whenever there is too high a concentration of such broken families in any community, that community will disintegrate. Only so many dysfunctional families can be sustained before the moral and social fabrics of the community itself breaks down. Re-establishment of the basic community code of children within marriage is necessary both for the future happiness of American families and for a reduction in violent crime”

Yang dapat kita artikan bahwa ditempat dimana banyak keluarga “broken”, disitulah terdapat komunitas yang terpecah. Ada keluarga “tak berfungsi” yang berusaha dipertahankan selama produksi moral dan sosial belum mengalami kehancuran. Penetapan kembali nilai anak dalam pernikahan adalah amat penting baik bagi masa depan kebahagiaan bangsa Amerika Serikat maupun upaya penurunan kriminalitas dan kejahatan.

b. Lemahnya standar moral
Sementara itu Hastuti (2002:7) menjelaskan bahwa tinjauan agama melihat bahwa manusia terlalu lemah dalam pengendalian emosi dan nafsunya karena tidak lagi memiliki ikatan kuat dengan kekuasaan absolut Tuhan yang supranatural dan tidak diikat oleh kebiasaan baik yang membentengi manusia dari pengaruh kejahatan. Lahirnya paham positivisme dengan mengedepankan bukti nyata science hingga bukanlah kebenaran jika tanpa bukti empirik telah menggoyang keyakinan manusia tentang keberadaan moral dan agama, seperti dituliskan oleh Wilson (1993):
"Why has moral discourse become unfashionable or merely partisan? I believe it is because we have learned, either firsthand from intellectuals or secondhand from the pronouncements of people influenced by intellectuals, that morality has no basis in scince or logic. To defend morality is to defend the indefensible".

Beberapa ahli telah menilai bahwa demoralisasi ini berhubungan dengan rendahnya standar moral dan lemahnya penetapan norma baik dan buruk serta benar dan salah dalam masyarakat maju, yang menyebabkan berubahnya cara pandang generasi muda terhadap kehidupan. Misalnya Brooks dan Goble (1997) dalam bukunya :“The case for character education”, yang menyebutkan bahwa gelombang kejahatan tersebut berhubungan erat dengan kurangnya standar moral dalam masyarakat:
Mengapa kualitas SDM kita sedemikian buruknya? Menurut Megawangi (1999) penyebabnya adalah para memimpin kita sejak Indonesia merdeka tidak mempunyai visi dan strategi yang jitu dalam membawa bangsa Indonesia ke depan. Pendidikan yang diharapkan menjadi suatu sumber dasar mencetak generasi yang lebih baik, ternyata tidak terbukti. Lebih spesifik lagi Pendidikan Kewarganegaraan (civic education) yang diharapkan menjadi ujung tombak bagi proses pendidikan karakter bangsa, ternyata kenyataannya tidak dapat berbuat banyak. Hal ini dijelaskan oleh Winataputera (2000) bahwa mata pelajaran "Civics" atau PKN atau PMP atau PPKn yang berkem¬bang secara fluktuatif hampir empat dasawarsa (1962-1998) itu, menunjukkan indikator telah terjadinya ketidakajekan dalam kerangka berpikir, yang sekaligus mencerminkan telah terjadinya krisis konsep¬tual, yang juga ternyata berdampak pada terjadinya krisis operasional kurikuler.
Pendidikan karakter melalui Pendidikan moral adalah suatu kesepakatan tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia dengan tujuan untuk mengarahkan generasi muda atas nilai-nilai (values) dan kebajikan (virtues) yang akan membentuknya menjadi manusia yang baik (good people) (Nord and Haynes, 2002). Tujuan lainnya adalah membentuk kapasitas intelektual (intellectual resources) pada generasi muda yang memungkinkannya untuk membuat keputusan bertanggungjawab (informed and responsible judgement) atas hal atau permasalahan rumit yang dihadapinya dalam kehidupan.
Moral secara turun temurun diajarkan kepada generasi muda melalui penanaman kebiasaan (cultivation) yang menekankan pada mana benar dan salah secara absolut. Hal yang diajarkan kepada siswa didik adalah mengenalkan pada mereka nilai baik dan salah dan memberikan hukuman dan sanksi secara langsung maupun tak langsung manakala terjadi pelanggaran. Begitulah apa yang telah dilakukan oleh agama manapun dalam membentuk karakter umatnya, yaitu dengan janji pemberian hadiah atau pahala jika berbuat kebaikan dan pemberian siksa dan dosa jika berbuat kejahatan.
Dalam pendidikan moral secara konvensional maka untuk membentuk moral yang baik dari seseorang diperlukan latihan dan praktik yang terus menerus dari individu seperti dikatakan oleh Jon Moline dalam Lickona (1992):
“As Aristotle taught, people do not naturally or spontaneously grow up to be morally excellent or practically wise. They become so, if at all, only as the result of a lifelong personal and community effort”.

Disamping itu kepercayaan bahwa kekuatan supranatural akan menolong dan melakukan pengawasan merupakan inti dari pendidikan moral tradisional. Sehingga manusia tidak hanya menjadi baik moralnya jika ada kehadiran guru atau atasan, tetapi manusia menjadi baik moralnya secara konsisten meskipun tanpa kehadiran pengawas atau orang lain di sekitarnya. Pada prinsipnya 'you are what you are when nobody's arround'. Esensi perbuatan yang tanpa pamrih (Ikhlas dalam Islam) ini menjadi ruh bagi tingginya derajat moral baik seseorang.
Untuk mencapai masyarakat yang harmoni, teratur, tertib dan aman, sebagai suatu masyarakat yang diidam-idamkan setiap bangsa bukanlah pekerjaan yang mudah. Meskipun demikian sejak jaman sebelum masehi para filosof dan pemikir telah membuat suatu tanda dan prasyarat tentang bagaimana suatu bangsa selayaknya diatur oleh negara guna mencapai masyarakat dan bangsa yang kuat, secara fisik dan moralnya demi mencapai kesejahteraan bangsa.
Sehingga bagaimana bangsa ini dapat membangun dirinya secara utuh, Krishna (2006:4) menjelaskan bahwa bangsa Indonesia sekarang hancur, karena telah meninggalkan nilai-nilai moral bangsanya sendiri”, sehingga harus dilakukan adalah kembali membangun bangsa yang bernilai moral yaitu nilai-nilai moral Pancasila.
Namun bagaimana caranya untuk membangun kembali karakter bangsa yang yang bernilai Pancasila tersebut, tentunya bukan merupakan suatu hal yang mudah seperti membalikkan telapak tangan.

2. Masalah membangun karakter bangsa melalui Pendidikan karakter dari situs-situs kewarganegaraan
Dalam membangun karakter warganegara suatu bangsa tentunya perlu ada upaya yang sesuai dengan apa yang menjadi pesan, cita-cita atau tujuan nasional yang tertera dalam konstitusi Negara. Sedikitnya ada dua tantangan yang cukup berat untuk membentuk masyarakat yang memiliki karakter di Indonesia. Pertama, tantangan historis, ialah tantangan kondisi masyarakat bangsa Indonesia yang memiliki latar belakang kehidupan masyarakat yang bersistem kerajaan dan penjajahan (colonialism, imperialism). Suatu proses merubah cara berpikir, bersikap, dan berprilaku dari budaya masyarakat yang telah lama berkehidupan secara feodalistis ke masyarakat demokratis bukan hal yang mudah. Kedua, mempertahankan dan atau memelihara budaya masyarakat dan warganegara yang sedang belajar menjalankan kehidupan demokratis agar secara berkesinambungan ditransformasikan kepada generasi berikut (Sapriya, 2007:12). Sehingga dari dua tantangan tersebut pembentukan karakter tidak saja dibebankan kepada dunia pendidikan formal di persekolahan tetapi harus menjadi upaya yang terintegrasi baik persekolahan maupun masyarakat sebagai sebuah gerakan sosial. Seperti dikatakan Kusumah (2007:187) yang menyatakan bahwa “program pendidikan karakter apapun tidak dapat melapaskan diri dari tatanan dan sistem nilai di dalam masyarakat local yang menjadi sumber pengayaan bagi program pendidikan karakter di sekolah.” Hal ini menjelaskan bahwa pendidikan karakter yang dilakukan masyarakat melalui situs-situs kewarga negaraan memang tidak dapat dipisahkan dari dunia persekolahan. Pendidikan karakter melalui situs-situs kewarganegaraan merupakan perilaku-perilaku masyarakat yang terlembaga atau terorganisir yang dilakukan secara berkesinambungan dalam rangka menanamkan nilai-nilai yang ideal (karakter) sebagai program pendidikan masyarakat (community civic educationan).
Secara umum Pendidikan karakter melalui situs-situs kewarganegaraan ini terbagi kedalam dua (2) kelompok, yaitu: 1) pendidikan karakter yang dikelola secara tradisional, dimana manajemen dan metoda yang dilakukan sangat sederhana dan kecenderungan bersifat kaku, seperti kegiatan-kegiatan majelis ta’lim, kegiatan pengajian mingguan atau harian di lingkungan masyarakat, dan sebagainya. 2) pendidikan karakter yang dilakukan secara professional, dimana pengelolaan, kurikulum, model atau metoda yang dirancang dan dilaksanakan secara lebih baik. Biasanya pendidikan karakter seperti ini dilakukan oleh masyarakat yang secara struktur organisasi, kurikulum serta metoda yang lebih terarah dan terfokus untuk bergerak dibidang, seperti gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Pesantren Darut Tauhid (DT) dengan kegiatan Pelatihan Manajemen Qolbu (MQ) atau Pelatihan-pelatihan Emotional Spiritual Quotient (ESQ), pelatihan-pelatihan motivasi, pendidikan non formal dan sebagainya.
Pendidikan karakter di masyarakat melalui situs-situs kewarganegaraan sebenarnya sudah dilakukan sejak masyarakat bangsa ini terbentuk, bahkan sebelum adanya pendidikan-pendidikan formal seperti sekolah dari tingkat Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Namun persoalan mendasar saat ini adalah tidak adanya relevansi yang signifikan antara program pendidikan karakter di persekolahan dengan yang dilakukan oleh masyarakat, sehingga yang terjadi adanya kesenjangan antara konsepsi karakter bangsa yang diajarkan di dunia persekolahan yang begitu ideal dengan kenyataan di masyarakat. Upaya-upaya dari situs-situs kewarganegaraan seolah-olah bukan merupakan suatu kewajiban yang dilakukan karena pendidikan karakter sudah di berikan secara formal kepada lembaga pendidikan formal. Sehingga masyarakat pun tidak merasa bersalah apabila tidak melakukan upaya gerakan-gerakan social yang berbentuk pendidikan karakter. Apalagi dewasa ini tidak adanya kelembagaan formal secara nasional yang bertanggung jawab bagaimana pendidikan karakter yang dilakukan oleh masyarakat, sehingga kebijakan pemerintah akan upaya pendidikan karakter seolah bias.
Pesantren Darut Tauhid memiliki satu program pelatihan yang disebut dengan Pelatihan Manajemen Qolbu. Leadership center Pimpinan Ary Ginanjar memiliki program Training ESQ 165, Majelis Taklim memiliki program-program pengajian. Hal ini menurut penulis merupakan suatu upaya pendidikan karakter dari situs kewaganegaraan, dimana di program tersebut dilakukan bagaimana manusia dilatih menjadi warga Negara yang memiliki perilaku baik, mulia, dan sukses (smart and good citizenship).
Merujuk kepada temuan penelitian fenomenologi, temuan empiris, dan analisis serta pembahasan temuan secara keseluruhan terhadap situs-situs kewargaegaraan baik Pelatihan Manajemen Qolbu, Training ESQ maupun Majelis Taklim ditemukan beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Pembangunan karakter bangsa tidak saja menjadi tanggung jawab dunia persekolahan tetapi juga menjadi tanggung jawab situs-situs kewarganegaraan di luar persekolahan. Hal ini menegaskan bahwa pendidikan kewarganegaraan yang di mana di dalamnya terdapat pendidikan karakter, tidak hanya menjadi mata pelajaran persekolahan, tetapi menjadi pendidikan kewarganegaraan di lingkungan masyarakat (Community civic education).
2. Karakter bangsa yang dibangun melalui situs-situs kewarganegaraan seperti Pelatihan Manajemen Qalbu yang dilakukan oleh Daarut Tauhid Training Center, berupaya membangun karakter yang kuat seperti gigih, disiplin, ulet, rajin dan karakter baik seperti , randah hati, ikhlas, Pelatihan ESQ yang dilakukan oleh Emotional Spiritual Quotient Leadership Center, berupaya membangun karakter yang dideklarasikan menjadi tujuh budi utama yaitu jujur, tanggung jawab, visioner, disiplin, kerjasama, adil dan peduli, adapun Majelis Taklim secara umum berupaya membangun karakter iman dan takwa terhadap jemaahnya. Karakter-karakter tersebut pada dasarnya merupakan kecerdasan spiritual yang menjadi dasar dan berpengaruh terhadap terbangunnya kecerdasan lainnya sesuai dengan karakter bangsa Indonesia berdasarkan Pancasila, yang menempatkan sila pertama ”Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang menjadi dasar bagi sila-sila yang lainnya. Dengan pembangunan karakter melalui sila Pertama Pancasila (kecerdasan Spiritual) ini akan membangun nilai-nilai dari sila-sila Pancasila lainnya sebagai karakter bangsa.

Karakteristik Situs-situs Kewarganegaraan dalam Membangun karakter Bangsa
No. Jenis Situs Kewarganegaraan Karakter yang dibangun Kesesuaian dengan nilai-nilai Pancasila
1. Pelatihan Manajemen Qalbu Karakter kuat: tangguh, disiplin, gigih, ulet, berani, tegar
karakter baik: berupa jujur, ihklas, rendah hati dan peduli Nilai-nilai:
- Kemanusiaan
- Persatuan
- Kerakyatan
- Keadilan
2. Pelatihan Emotional Spiritual Quotient Tujuh Budi Utama:
Jujur, Tanggung Jawab, Visioner, Disiplin, kerjasama, adil dan peduli Nilai-nilai :
- Kemanusiaan
- Persatuan
- Kerakyatan
- Keadilan
3. Majelis Taklim Iman dan takwa Nilai-nilai Ketuhanan dan sosial

3. Ciri dari situs-situs kewarganegaraan adalah memiliki format dan tujuan yang lebih inovatif, seperti Pelatihan Manajemen Qalbu, Emotional Spiritual Quotient dan Majelis Taklim lebih memiliki keleluasaan dalam menentukan materi, metode, sarana, prasarana pendukung, pemateri, dalam pembelajaran atau pelatihan sesuai dengan tujuannya masing-masing. Hal inilah yang menjadikan situs-situs kewarganegaraan lebih kreatif dan inovatif untuk menjalankan kegiatannya. Dan terbukti mendorong tingkat efektifitas pembinaan karakter warganegara.
4. Tantangan-tantangan Situs-situs kewarganegaraan dalam upaya membangun kembali karakter bangsa meliputi profesionalitas pengelolaan situs-situs kewarganegaraan; rendahnya komunikasi kelembagaaan antara kelompok situs kewarganegaraan di lapangan ; kurangnya fasilitas, sarana dan prasana; Era keterbukaan dan globalisasi; dan Pemahaman akan peran situs kewarganegaraan dalam membangun karakter bangsa.
5. Pelatihan Manajemen Qalbu, Pelatihan Emotional Spiritual Quotient, dan Majelis Taklim sebagai situs-situs kewarganegaraan memberikan dampak positif terhadap perubahan pola pikir, pola sikap dan pola tindak seseorang, baik untuk dirinya sendiri maupun bagi lingkungan sosialnya. Dan menjadi aset besar untuk terbangunnya kembali karakter bangsa yang berdasarkan ideologi Pancasila .

Bertolak dari kesimpulan-kesimpulan penelitian diatas, maka penulis ajukan beberapa rekomendasi sebagai berikut:
1. Komunitas akademik dalam bidang PKn yang ada di perguruan tinggi (LPTK) dianjurkan agar mengembangkan PKn, sebagai pendidikan disiplin ilmu dalam lingkup kajian ontologi, epistimologi, dan aksiologi secara lebih mendalam dan meluas tidak saja PKn dipersekolahan, tetapi juga menjangkau PKn di lingkungan masyarakat.
2. Kepada setiap pelaku dalam situs-situs kewarganegaraan, baik pengelola atau pihak manajemen maupun trainer/instruktur/pemateri, harus memperluas spektrum atau pemahaman kajiannya, bahwa pembangunan karakter yang dilakukannya tidak saja diperuntukkan bagi dirinya, keluarga, serta lingkungan kerjanya, melainkan lebih luas lagi demi dalam lingkungan bangsa dan negara, sehingga dalam setiap kegiatannya dapat di sampaikan baik melalui materi dan metodenya konsep-konsep seperti nasionalisme dan persatuan,
3. kepada setiap situs-situs kewarganegaraan Daarut Tauhid Training Center dan Emotional Spiritual Quotient Leadership Center, agar terus melakukan kegiatan pelatihan tersebut secara kontinyu dan berkesinambungan, meningkatkan kualitas materi dan metode penyampaiannya, memperluas pelatihan sehingga lebih menjangkau masyarakat yang lebih luas, melakukan pembinaan terhadap alumni secara berkesinambungan.
4. kepada para alumni pelatihan manajemen qalbu dan pelatihan emotional spiritual quotient hendaknya konsisten terhadap prinsif-prinsif yang telah dijabarkan selama mengikuti training, dan terus menjalin silaturahmi, sehingga nilai-nilai dasar dari karakter yang dibangun dapat terlaksana dalam kehidupan nyata.
5. kepada pihak pemerintah, tentunya materi dan metode pembelajaran dalam pelatihan manajemen qalbu dan emotional spiritual quotient sangatlah relevan dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia di lingkungan lembaga-lembaga pemerintahan, sehingga alangkah baiknya selain seluruh pegawai negeri Sipil (PNS) dari eselon I sampai karyawan di bawahnya diberikan fasilitas untuk mengikutinya, juga sangat relevan apabila materi dan metode menjadi ruh bagi kegiatan pelatihan-pelatihan lain yang sifatnya lebih profesional. Hal ini tentunya untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan kuat.
6. kepada situs kewarganegaraan berupa majelis taklim, diharapkan terus secara konsisten melakukan kegiatannya dengan meningkatkan kualitas materi dengan metode pembelajaran yang variatif, sehingga kegiatan lebih menarik. Menjalis kerjasama dengan majelis taklim lain serta lembaga-lembaga lain yang memiliki visi yang sama sehingga dapat saling membantu dalam menjalankan aktivitasnya.
7. Dengan jumlah majelis taklim yang begitu banyak, tentunya hal ini merupakan potensi yang besar untuk melakukan sebuah perubahan sosial dengan membangun kembali karakter bangsa melalui situs kewarganegaraan ini. Untuk itu kepada pihak pemerintah pemberdayaan majelis taklim sebagai kekuatan sosial dengan mengoptimalkan peran dan fungsinya.

Daftar Pustaka

Agustian, Ary Ginanjar (2001), Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan melalui Emotional dan Spiritual Quotient (ESQ), Jakarta, Penerbit Arga.
Azra, Azyumardi (2006), Restorasi Pancasila: Mendamaikan politik Edentitas dan Modernitas, Depok, FISIP Universitas Indonesia.
Brooks,B.D. and F.G.Goble. The Case for Character Education: The Role of the School in Teaching Values and Virtues. Studios 4 Productions.
Jorgensen, Danny L (1989), Participant Observation: A Methodology for Human Studies. London: Sage Publications.
Kilpatrick,W. (1992) Why Johny Can’t Tell Right From Wrong. Simon & Schuster, Inc. New York.
Koesoema A, Doni (2007), Pendidikan Karakter, Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, Jakarta, Grasindo.
Krisna, anand. (2006), Indonesia Under Attack, Membangkitkan Kembali Jati Diri Bangsa, One Earth Media bekerjasama dengan National Integration Movement, Jakarta.
Lickona, T. (1992), Educating for Character, How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. Bantam Books, New York.
Lubis, Muchtar (1993), Budaya Masyarakat dan Manusia Indonesia, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia.
Miles, Matthew. B and Huberman. A. Michael (1992), Analisis Data Kualitatif, Jakarta, Uninersitas Indonesia.
Mulyana, Deddy (2007), Karakter bangsa, Bandung, harian Pikiran Rakyat
Megawangi,R. (1999). Membiarkan Berbeda? Sudut Pandang Baru tentang Relasi Gender, Bandung, Pustaka Mizan
Megawangi, R. (2004), Pendidikan karakter, Bandung, Pustaka Mizan.
Nieswiadomy, R.M. (1993), Foundation of Nursing Research (2 nd Ed.), Norwalk, CT: Appleton & Lange.
Patton, Michael Quinn (1990), Qualitative Evaluation and Research Methods. (2nd Ed). London: Sage Publication Ltd
Sapriya (2007), Persfektif Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Pendidikan Karakter menurut para Ahli, Bandung. Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Surakhmad, Winarno (1985), Pengentar Penelitian Ilmiah Metode teknik, Bandung, Tarsito.
Wade,C. and C.Travis (1990), Psychology. Harper & Row Publishers, New York.
Winataputra, Udin S (2001), Jatidiri Pendidikan Kewarganegaraan sebagai Wahana Sistematik Pendidikan Demokrasi: Studi Kajian Konseptual dalam Konteks Pendidikan IPS, Bandung, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Winataputra, Udin S dan Budimansyah, Dasim (2007), Civic Education, Konteks, Landasan, Bahan Ajar dan Kultur Kelas, Bandung, Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Indonesia.
Wynne,E.A. (1991), Character and Academics in the Elementary School. In J.S. Benigna (ed). Moral Character, and Civic Education in the Elementary School. Teachers College Press, New York.